Lebaran di Ahad Legi: Khidmat Idul Adha ala Jemaah Aboge di Lereng Bromo

09 Jun 2025 - 09:26
Lebaran di Ahad Legi: Khidmat Idul Adha ala Jemaah Aboge di Lereng Bromo
Nampak Jemaah Aboge ketika marayakan Salat Idul Adha  di Dusun Krajan Bades, Desa Wringin Anom, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Probolinggo. (Foto: Istimewa) 

Probolinggo,(afederasi.com) - Saat gema takbir telah reda di kebanyakan wilayah, suasana lebaran justru baru menghangat di Dusun Krajan Bades, Desa Wringin Anom, Kecamatan Kuripan. Ahad pagi, 8 Juni 2025, Jemaah Aboge melaksanakan Salat Idul Adha, mengikuti hitungan kalender warisan leluhur yang berbeda dari arus utama penanggalan Hijriah.

Di Musala Al-Barokah, puluhan Jemaah Aboge berkumpul sejak fajar menyingsing. Salat dimulai pukul 06.30 WIB, dilanjutkan dengan tradisi selamatan dan makan bersama. Keakraban merekah dari hidangan sederhana dan doa-doa yang dibacakan bersama, mencerminkan harmoni sosial khas pedesaan.

Menurut Ustad Sukur, salah satu tokoh Jemaah Aboge, penetapan 10 Zulhijah mereka menggunakan metode Mujarrobat—kalender Jawa kuno berbasis hitungan Sarpatji. "Tahun ini, Idul Adha jatuh di Ahad Legi. Kami sudah punya hitungan hingga delapan tahun ke depan," ujar Sukur. Penanggalan ini mengacu pada tahun Jim Awal, menjadikan Jumat Pon sebagai patokan 1 Zulhijah.

Meski berbeda dalam waktu, nilai ibadah tetap dipegang teguh oleh Jemaah Aboge. Rangkaian salat dua rakaat dengan tujuh takbir di rakaat pertama dan lima takbir di rakaat kedua dilakukan persis seperti lazimnya. Bedanya hanya pada atmosfer—sederhana, guyub, penuh kekhusyukan lokal.

Ritual selamatan selepas salat Id juga menjadi kekhasan Jemaah Aboge. Menurut Ustad Sukur, duduk melingkar dan berbagi hidangan adalah cara mereka merawat kebersamaan. "Kami tidak sekadar berlebaran, tapi juga mempererat ikatan sosial," katanya. Nilai ini menjadi inti dari perayaan Idul Adha di kalangan mereka.

Kendati berbeda dalam kalender, Jemaah Aboge tetap menempatkan kerukunan sebagai fondasi. "Kami tidak merasa lebih benar atau lebih baik. Ini hanya soal cara. Yang penting, saling menghargai," imbuh Sukur. Dari dusun di lereng Argopuro, Jemaah Aboge menunjukkan bahwa keberagaman dalam beragama tak harus menimbulkan sekat. (gus) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow