Kisah Heroik Anak-anak Bondowoso Lolos dari Perangkap Hidup Berkedok Dispensasi Kawin
Alasan terbesar pengajuan dispensasi kawin bermacam-macam. Dominasinya, dalih si calon pengantin perempuan telah hamil duluan atau hamil di luar nikah.
Bondowoso, (Afederasi.com) - Sebelum tahun 2022, Kabupaten Bondowoso menjadi salah satu daerah dengan angka pernikahan dini terbanyak di Jawa Timur.
Banyak anak berusia kurang dari 18 tahun menikah di usia belum layak. Mayoritas dari kalangan perempuan.
Sebab batas umur minimal menikah harus di atas 18 tahun, maka siasatnya adalah menggunakan 'jurus' dispensasi kawin.
Dispensasi kawin diajukan kepada Pengadilan Agama dan menjadi dasar supaya bisa digelar pernikahan sah diakui negara.
Alasan terbesar pengajuan dispensasi kawin bermacam-macam.
Dominasinya, dalih si calon pengantin perempuan telah hamil duluan atau hamil di luar nikah.
Sebab itu, PA memutuskan sebagian perkara dispensasi kawin itu.
Berdasarkan data PA Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2019 ada 299 pengajuan, dimana 267 di antaranya diputuskan atau prosentase 89,3 persen.
Kemudian melonjak drastis pada tahun 2020 sebanyak 1.077 pengajuan dengan putusan 1.045 perkara atau 97 persen disetujui.
Perkara sedikit turun pada tahun 2021 yakni pengajuan 831 dan diputuskan 786 perkara setara 94,6 persen.
Dan di tahun 2022 ada 718 pengajuan dengan diputuskan 716 perkara atau menyentuh 99,72 persen.
Ada dampak buruk jangka panjang yang dapat terjadi, seperti angka perceraian di usia muda membludak.
Hamil di usia muda juga berpotensi memacu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2022 lalu ada 31 kasus kehamilan di usia kurang dari 16 tahun.
Sedangkan ibu hamil di usia 16-19 tahun sebanyak 824 kasus di tahun yang sama.
AKI juga cukup tinggi yakni sebanyak 17 kasus, serta AKB tembus 131 kasus hanya dalam setahun.
Program Ruang Temu Generasi Sehat (Rutgers) hadir di Kabupaten Bondowoso pada tahun 2022 lalu guna mengentaskan permasalahan sosial dan kesehatan tersebut.
"Ada 4 desa dari 2 kecamatan yang menjadi locus yaitu Desa Suco Lor dan Desa Sumbersari di Kecamatan Maesan, serta Desa Gubrih dan Desa Ampelan di Kecamatan Wringin," kata Nur Diana Khalidah, FO/CO Power to Youth Tanoker-Rutgers Indonesia kepada Afederasi, Selasa (24/10/2023).
Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua PC Fatayat NU Bondowoso ini menjelaskan jika dengan program Rutgers, maka anak-anak diedukasi agar menghindari pernikahan dini.
"Kita mendorong anak-anak produktif dalam berkarya dan tuntas mengenyam pendidikannya," ucapnya.
Dengan memberikan kesibukan positif kepada anak-anak, maka angka pernikahan dini dapat ditekan semaksimal mungkin.
"Kita sosialisasikan melalui FAD (Forum Anak Desa) di masing-masing desa. Wujudnya bisa menyalurkan di bidang seni atau yang lain," tuturnya.
Dalam pentas seni misalnya, komunitas anak muda ini akan menyiarkan pentingnya kematangan mental dan reproduksi sebelum calon pengantin serius menapaki jenjang pernikahan.
"Kita juga beberapa kali pertemukan anak dan orang tua dalam satu forum, sehingga semua mendapatkan edukasi bahwa menikah dini bukanlah solusi," katanya.
Sebelum-sebelumnya, banyak orang tua ngotot menikahkan anaknya yang belum layak umur.
Tameng alasannya adalah khawatir sang anak terjebak perilaku zina yang dilarang oleh Agama.
"Padahal menghindari zina tidak harus dengan menikah dini. Jika anak-anak diberikan kegiatan yang positif terus menerus, maka mereka akan lebih menikmati hidup dan berguna bagi pembangunan di sekitarnya," urai Mbak Din, sapaan karibnya.
Abdul Bari, Kades Gubrih mengakui bahwa program dari Rutgers sangat efektif menekan angka pernikahan dini di wilayahnya.
"Desa Gubrih ini kan di wilayah pelosok. Angka pernikahan dini dulu sangat tinggi. Setiap tahun ada saja, ya pakai dispensasi kawin itu," ulas Cak Dul, sapaan akrabnya dikonfirmasi terpisah.
Sedangkan pada tahun 2023, ia mengklaim jumlah pernikahan dini warganya berkurang drastis.
"Apalagi sudah ada MoU lintas instansi yang melibatkan Pengadilan Agama supaya tidak mengeluarkan dispensasi dengan mudah. Itu sangat berpengaruh positif," katanya.
Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Bondowoso juga mengapresiasi hadirnya Rutgers.
"Rutgers bergerak dalam peningkatan capacity building forum anak. Bagaimana anak-anak ikut merencanakan program desa," kata Kepala Dinsos P3AKB Bondowoso, Anisatul Hamidah.
Hasil pantauannya, anak-anak yang tergabung dalam FAD ini juga saling menguatkan satu sama lain.
"Bahkan mereka tracking berapa anak yang putus sekolah, tunangan usia anak, menikah usia anak, termasuk hak anak untuk mendapatkan Adminduk di desanya masing-masing," sebut Anis.
Semakin masifnya program tersebut, maka ia berharap ke depan tidak akan ada lagi anak melahirkan anak, kemiskinan melahirkan kemiskinan dan kebodohan melahirkan kebodohan.
"Tujuan intinya adalah penyiapan generasi emas berkualitas seperti pendewasaan usia perkawinan dan zero putus sekolah," tuturnya.
Anis mengutip arahan presiden Joko Widodo bahwa tahun 1945 ketika usia satu abad, Indonesia harus punya penduduk usia muda berkualitas.
"Kalau gak disiapkan dari sekarang, bonus demografi hanya sebatas kuantitas," terangnya.
Dampak program pemberdayaan perempuan dan anak locus 4 desa di Bondowoso ini tidak hanya memposisikan anak sebagai pelopor, tetapi juga pelapor.
"Pelapor dalam artian jika dia atau rekannya menerima pelecehan dan kekerasan seksual, maka mereka tidak hanya diam. Mereka berani melapor," ucap Anis.
Masuknya program Rutgers di Kabupaten Bondowoso 'unda-undi' dengan pembentukan Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) Kabupaten Bondowoso sejak tahun 2022 silam.
Ketua Satgas PPA Kabupaten Bondowoso, AKP Joko Santoso mencatat ada penurunan signifikant jumlah kasus PPA yang masuk ke Polres Bondowoso saban tahun.
"Tahun 2020 ada 69 kasus terdiri dari 10 kasus persetubuhan anak, 10 kasus penelantaran anak, 7 kasus pencabulan anak dan 42 kasus kekerasan terhadap anak," sebut pria yang menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bondowoso tersebut.
Kemudian tahun 2021 ada 67 kasus dengan rincian 29 kasus persetubuhan anak, 11 kasus pencabulan anak, 21 kasus kekerasan anak, 5 kasus penelantaran anak dan perkosaan 1 kasus.
"Lalu di tahun 2022 turun menjadi 55 kasus di antaranya 20 kasus persetubuhan anak, 7 kasus pencabulan anak, 15 kasus kekerasan anak, 12 kasus penelantaran anak dan 1 kasus kekerasan seksual kepada anak," beber AKP Joko.
Angka kasus PPA turun drastis pada tahun 2023 ini yakni menjadi 23 kasus, terdiri dari 11 kasus persetubuhan anak, 4 kasus pencabulan anak, 7 kasus kekerasan anak dan 1 kasus kekerasan seksual pada anak.
Kolaborasi program Rutgers, pembentukan Satgas PPA dan MoU dispensasi kawin dianggap efektif menurunkan angka pernikahan dini.
"Pada Januari - September 2023, ada 346 perkara dispensasi kawin. Itu turun signifikant dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," terang Ketua Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bondowoso, Mahdi.
Menurutnya, penurunan angka pengajuan dispensasi kawin ini disebabkan meningkatnya literasi anak dan orang tua.
"Masyarakat sudah semakin memahami akibat yang timbul dari perkawinan di bawah usia," ungkapnya.
Pernikahan dini di bawah usia 18 tahun tentu seiring sejalan dengan angka putus sekolah (APS).
"Dulu banyak anak-anak rela putus sekolah dan memilih menikah dini. Ini gak baik untuk masa depan mereka," kata Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Bondowoso, Sugiono Eksantoso.
Meskipun demikian, ia mengakui kolaborasi program yang dijalankan lintas sektoral itu cukup berpengaruh menekan jumlah APS dari tahun ke tahun.
"Di tahun ajaran 2023/2024 ini, angka putus sekolah di Bondowoso sebanyak 43, terdiri dari 27 siswa laki-laki dan 16 perempuan," sebutnya.
Dari jumlah itu, hanya ada 6 kasus putus sekolah akibat menikah dini.
"Terdiri dari 5 siswa perempuan dan 1 laki-laki yang putus sekolah karena menikah dini," terangnya.
Terlepas dari hal itu, angka pernikahan dini dan kasus PPA di Bondowoso belum sepenuhnya tuntas.
Perlu sentuhan edukasi lebih masif lagi untuk mengedukasi orang tua dan anak supaya keduanya paham bahwa menikah dini bukan solusi.
Pelan tapi pasti, anak-anak di Bondowoso secara heroik mampu bangkit dari jeratan bibit belenggu keluarga kecilnya kelak.
Dispensasi kawin bukan jalan satu-satunya menghindari zina.
Jika disalahgunakan, dispensasi kawin justru menjadi perangkap.
Ia jadi penyebab masalah sosial pengganjal terwujudnya generasi emas berkualitas di masa depan. (den)
What's Your Reaction?


