Edi Purwanto Divonis 14 Tahun Penjara atas Kasus Pembunuhan Pasutri di Tulungagung, Keluarga Korban Protes Vonis Ringan
Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni hukuman mati.

Tulungagung, (afederasi.com) - Edi Purwanto alias Glowoh terdakwa kasus pembunuhan terhadap pasangan suami istri (Pasutri) Tri Suharno dan Ning Nur Rahayu di Ngantru, divonis 14 tahun kurungan penjara.
Tentunya vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni menuntut terdakwa dihukum mati, atas perbuatan terdakwa terhadap korban.
Vonis tersebut disampaikan dalam sidang dengan agenda pembacaan amar putusan, yang dipimpin oleh hakim Nanang Zulkarnain Faisal, S.H, Deni Akbar, S.H. dan Firmansyah Irwan, S.H, di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Tulungagung, Rabu (28/2/2024).
Suasana tegang terjadi seusai sidang akibat protes dari keluarga korban. Mereka menyatakan ketidakpuasan terhadap apa yang dianggap sebagai hukuman yang ringan, mengingat terdakwa telah merenggut dua nyawa.
Kasiintel Kejaksaan Negeri Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti menyatakan bahwa pihak jaksa menghormati keputusan hakim. Terkait langkah selanjutnya, mereka akan menganalisis pertimbangan hakim secara mendalam sebelum memutuskan untuk mengajukan banding atau menerima putusan.
"Dalam persidangan, jaksa telah memberikan pendapat terhadap keputusan tersebut untuk pertimbangan lebih lanjut. Kami akan mempelajari putusan terlebih dahulu. Kami akan mengikuti petunjuk dan instruksi dari atasan kami, memutuskan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan," jelasnya.
Dalam jalannya sidang, muncul pendapat berbeda (dissenting opinion), menunjukkan bahwa satu hakim atau lebih tidak setuju dengan keputusan mayoritas. Amri menekankan bahwa meskipun ada pendapat berbeda, keputusan final dari hakim yang akan mereka pelajari dan pertimbangkan.
"Kami akan mempelajari pertimbangan di balik keputusan mutlak yang diambil oleh hakim," katanya.
Terkait perbedaan antara vonis dan tuntutan jaksa, Amri mengakui kewenangan hakim dan menyatakan bahwa proses hukum belum final di tingkat pengadilan negeri. Baik jaksa maupun pembela memiliki jalur hukum jika mereka merasa keputusan tersebut tidak memuaskan.
"Baik dari pihak jaksa maupun pihak terdakwa. Apabila nanti kami merasa putusan ini tidak sesuai dengan tuntutan kami sebelumnya, kami bisa mengambil langkah hukum lebih lanjut," ujarnya.
Sementara itu, Hufron Efendi, Penasihat Hukum Edi Purwanto, menekankan mereka menghargai terhadap seluruh proses peradilan. Ia menyoroti perlakuan adil terhadap terdakwa tanpa campur tangan eksternal dan menyebutkan adanya pendapat berbeda, di mana satu hakim meyakini penerapan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap terdakwa sementara dua hakim lainnya tidak.
"Selain menghormati keputusan hakim, kami juga meminta waktu untuk berpikir-pikir," tambahnya. (dn)
What's Your Reaction?






