Dinasti Politik Dalam Pilpres 2024: Kontroversi Gibran Rakabuming Sebagai Cawapres
Polemik seputar dinasti politik menjadi sorotan netizen setelah pengumuman resmi Prabowo Subianto mengangkat Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2024.
Jakarta, (afederasi.com) - Polemik seputar dinasti politik menjadi sorotan netizen setelah pengumuman resmi Prabowo Subianto mengangkat Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2024. Pengumuman tersebut disampaikan di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, pada Minggu (22/10/2023).
Keputusan ini diambil setelah konsensus dan perundingan internal di Koalisi Indonesia Maju, di mana Prabowo Subianto dicalonkan sebagai capres untuk periode 2024-2029, dan Gibran Rakabuming Raka dipilih sebagai cawapres, mengakhiri spekulasi yang berkepanjangan.
Kontroversi mewarnai langkah Prabowo Subianto dalam mengangkat Gibran Rakabuming sebagai cawapres. Dinasti politik keluarga Jokowi menjadi sorotan tajam, sebab Gibran adalah anak dari Presiden Joko Widodo. Dengan terpilihnya Gibran Rakabuming sebagai cawapres, beberapa kalangan menilai politik di Indonesia mulai berputar hanya di sekitar keluarga Jokowi.
Warganet dengan keras mengkritik keputusan ini, menyebutnya sebagai perwujudan politik dinasti. "@cak***m" di platform X menulis, "Politik dinasti resmi dihidupkan kembali oleh Prabowo." Begitu pula dengan "@msa*****du" yang menyebut Gibran sebagai "pengusung dan pelopor politik dinasti."
Pembahasan mengenai dinasti politik langsung menjadi tren di media sosial. Ada pandangan beragam mengenai dampak politik dinasti ini. Beberapa menilai bahwa politik dinasti hanya akan membawa dampak buruk, sementara yang lain berpendapat bahwa kinerja dapat tetap baik.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, sebenarnya apa dampak dari eksistensi dinasti politik dalam pemerintahan?
Menurut Mahkamah Konstitusi RI, dinasti politik adalah strategi politik yang dibentuk untuk mempertahankan dan mewariskan kekuasaan, seringkali kepada keturunan atau anggota keluarga tertentu. Dampaknya dapat bervariasi tergantung pada karakteristik pemerintahannya.
Dalam perspektif negatif, dinasti politik sering mengindikasikan bahwa kepemimpinan hanya dikuasai oleh satu generasi yang sama, mengakibatkan pembatasan hak hakiki dalam pemerintahan. Kualitas dan kompetensi pemimpin dapat terkikis, dan seringkali terdapat individu di luar keluarga penguasa yang lebih mampu memimpin.
Oleh karena itu, dinasti politik dapat membatasi kebebasan dan peluang bagi individu di luar keluarga penguasa. Namun, dalam situasi yang berbeda, dinasti politik bisa menjadi amanah positif jika generasi penerusnya memiliki kemampuan dan kualifikasi yang diperlukan. Sistem politik yang kuat dan efisien dapat dipertahankan, dan masyarakat mungkin akan lebih menerima dan mendukung pemimpin yang mereka percayai. (mg-3/jae)
What's Your Reaction?


