Yadnya Kasada: Doa, Tanah, dan Langit di Bromo yang Menyatukan

11 Jun 2025 - 19:45
Yadnya Kasada: Doa, Tanah, dan Langit di Bromo yang Menyatukan
Ribuan umat Hindu dari Suku Tengger kembali berkumpul dalam perayaan Yadnya Kasada 2025. (Agus/afederasi.com)

Probolinggo, (afederasi.com) – Di bawah cahaya bulan yang malu-malu menerobos kabut Gunung Bromo, ribuan umat Hindu dari Suku Tengger kembali berkumpul dalam perayaan Yadnya Kasada 2025. Di lautan pasir yang membentang di kaki gunung, Yadnya Kasada menjadi pertunjukan spiritual sekaligus saksi bisu tentang bagaimana manusia, alam, dan keyakinan berpadu dalam harmoni.

Mulai dari Balai Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, prosesi Yadnya Kasada digelar pada malam 10 Juni 2025. Deretan tokoh penting hadir, dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon hingga Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak. Mereka menyaksikan bagaimana Yadnya Kasada bukan hanya ritual, tetapi perayaan identitas masyarakat Bhumi Hila-Hila yang tak lekang waktu.

Dalam sambutannya, Bupati Probolinggo, Dr. M Haris, menegaskan bahwa pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap Yadnya Kasada sebagai tradisi sakral dan aset budaya bangsa. Menurutnya, menjaga Yadnya Kasada berarti menjaga jantung spiritual masyarakat Tengger yang selama ini hidup berdampingan dengan alam.

Tak hanya rangkaian doa dan sesaji, Yadnya Kasada juga dirayakan lewat gelaran budaya: pameran pangan lokal, kesenian khas Tengger, hingga dialog antarwarga adat. Di sela prosesi, Menteri Fadli Zon dan Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME Syamsul Huda menerima gelar Warga Kehormatan dari para sesepuh, sebuah penghormatan yang hanya hadir dalam ritus sebesar Yadnya Kasada.

Dalam pidatonya, Fadli Zon menyebut Yadnya Kasada sebagai jembatan antara spiritualitas dan konservasi. Ia menekankan pentingnya ritual ini dalam merawat kearifan lokal dan memperkuat peran masyarakat adat, terutama dalam menjaga ekosistem Gunung Bromo yang menjadi panggung utama Yadnya Kasada.

Salah satu inti prosesi Yadnya Kasada adalah larungan hasil bumi ke kawah Bromo. Tindakan ini, menurut kepercayaan Tengger, bukan sekadar memberi persembahan pada leluhur Raden Kusuma, melainkan juga bentuk berbagi dan rasa syukur atas limpahan rezeki. Fadli menilai, Yadnya Kasada juga menopang ketahanan pangan dan keberlanjutan ekosistem lokal.

Sebagai penutup, suasana haru menyelimuti ketika para tamu dan warga melebur dalam satu barisan doa. Yadnya Kasada, yang dibalut dalam kesakralan dan keramahan lokal, menjelma lebih dari sekadar ritual: ia adalah narasi hidup masyarakat Tengger yang dituturkan dari generasi ke generasi, tahun ke tahun, di kaki Bromo yang agung.

Bupati Haris menutup perayaan Yadnya Kasada dengan pesan sederhana namun bermakna: “Gunung Bromo bukan hanya lanskap, tetapi ruang suci yang menyimpan ingatan kita semua. Yadnya Kasada adalah caranya menjaga ingatan itu tetap hidup.” (gus) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow