Petani Ijen Mulai Kehilangan Kesabaran, PTPN I Belum Beri Keputusan Soal Lahan Sengketa
Bondowoso, (afederasi.com) – Ketegangan antara petani di kawasan Ijen, Kabupaten Bondowoso dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 5 kian memanas.
Sejumlah petani mulai kecewa karena hingga awal November 2025 belum ada keputusan pasti terkait penyelesaian lahan sengketa yang telah berlarut-larut.
Keresahan petani memuncak setelah turunnya surat resmi yang ditujukan kepada Bupati Bondowoso. Dalam surat tersebut, salah satu klausul dinilai tidak berpihak pada kepentingan petani.
“Petani sudah mulai kehilangan kesabaran. Kalau sampai pertengahan November belum ada keputusan, kami akan kembali menggarap lahan seperti dulu,” tegas P. Ali, warga Jampit yang juga Koordinator Lapangan Petani Ijen.
Menurut Ali, sebelumnya PTPN I sempat berjanji akan memberikan keputusan satu minggu setelah pertemuan mediasi di Kejaksaan Negeri Bondowoso. Namun hingga kini, janji itu belum terealisasi.
Ali menuturkan, rencana kerja sama penanaman kopi antara petani dengan PTPN I sebenarnya bukan gagasan dari masyarakat, melainkan muncul dari inisiatif pemerintah desa dan difasilitasi Forkopimda bersama anggota DPR RI Nasim Khan. Dalam rapat di Kejaksaan, muncul usulan agar petani dan PTPN I menjalin kerja sama tanam kopi.
“Rencananya, hasil panen kopi akan dibeli oleh PTPN. Bibit dan bantuan teknis disediakan perusahaan. Usulan itu pertama kali disampaikan oleh Kepala Desa Sumberejo,” ujarnya.
Namun, rencana tersebut berubah setelah satu minggu kemudian turun surat resmi dari kantor pusat PTPN I yang menyatakan perusahaan tidak bersedia menjalin kerja sama dengan petani Ijen.
Kondisi ini membuat para petani frustrasi. Mereka mengaku bingung karena di satu sisi harus mematuhi imbauan pemerintah untuk menunggu keputusan resmi, namun di sisi lain tetap harus mencari nafkah untuk keluarga.
“Menunggu tanpa kejelasan itu sama saja memperpanjang penderitaan. Kami sudah mengikuti prosedur dengan menyampaikan aspirasi lewat kepala desa dan camat, tapi hasilnya belum ada,” ungkap Ali.
Para petani menegaskan, jika nantinya mereka kembali menggarap lahan, hal itu bukan bentuk anarkisme. Sebab lahan yang akan digarap bukan sedang digunakan oleh PTPN I, melainkan lahan kosong yang selama ini terbengkalai.
“Kalau nanti setelah kami tanam lalu muncul keputusan kerja sama, hasil panen tetap harus jadi hak petani. Kami sudah keluar biaya dan tenaga,” tambahnya.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Ijen memperingatkan bahwa lambatnya penyelesaian masalah ini bisa menimbulkan gejolak sosial di wilayah pegunungan Ijen.
“Ini persoalan perut. Kalau masyarakat lapar dan putus asa, mereka bisa bertindak di luar kendali,” ujarnya.
Petani juga menyerukan agar pemerintah meninjau ulang bahkan mencabut Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I yang dinilai tidak sesuai peruntukan.
Menanggapi hal ini, perwakilan PTPN I, Bambang Trianto, mengakui bahwa hingga kini belum ada kesepakatan antara pihak perusahaan dan masyarakat.
“Dalam dua pertemuan yang difasilitasi Forkopimda, belum ada hasil final. Aspirasi masyarakat tetap kami tampung untuk disampaikan kepada pimpinan,” kata Bambang.
Ia menegaskan, keputusan akhir terkait pergantian lahan maupun kerja sama tanam kopi masih menunggu pembahasan lebih lanjut di tingkat pusat. (Den)
What's Your Reaction?


