Tak Pernah Berhadapan Saat Tragedi 1998, Budiman Sudjatmiko Bantah Dukungan untuk Prabowo Didasari Stockholm Syndrome
Aktivis yang terlibat dalam peristiwa Tragedi 1998, Budiman Sudjatmika, menegaskan bahwa dukungannya terhadap bakal calon presiden Prabowo Subianto tidak memiliki dasar dalam kondisi psikologi yang dikenal sebagai Sindrom Stockholm.
Jakarta, (afederasi.com) - Aktivis yang terlibat dalam peristiwa Tragedi 1998, Budiman Sudjatmika, menegaskan bahwa dukungannya terhadap bakal calon presiden Prabowo Subianto tidak memiliki dasar dalam kondisi psikologi yang dikenal sebagai Sindrom Stockholm. Budiman menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah memiliki interaksi langsung dengan Prabowo pada masa pergerakan untuk mereformasi negara.
Dalam keterangan yang diberikan dalam sebuah siniar bersama Akbar Faizal, Budiman menyatakan, "Stockholm Syndrome itu tidak tepat karena saya juga tidak pernah berhadapan langsung dengan beliau saat itu." Pernyataan ini disampaikan pada Jumat (25/8/2023), menggambarkan bahwa konsep ikatan emosional antara korban dan penculik tidak berlaku dalam konteks keterlibatannya dengan Prabowo.
Selain itu, Budiman menjelaskan bahwa pada masa itu, Prabowo memang mengakui menerima perintah untuk menangkapnya, namun yang melakukan penangkapan pada tahun 1996 sebagian besar berasal dari Badan Intelijen ABRI, bukan dari Kopassus. Ini menggarisbawahi peran berbagai pihak dalam peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut.
Walaupun mengalami pengalaman penangkapan pada tahun 1996, Budiman menekankan bahwa dirinya dan rekan-rekan aktivis berhasil meraih kemenangan pada tahun 1998. Baginya, peran Prabowo pada saat itu hanya sejalan dengan perintah negara untuk mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto, sementara tujuan Budiman dan teman-temannya adalah mewujudkan reformasi yang mendalam.
Budiman juga mengungkapkan pandangannya mengenai evolusi prioritas bangsa. Ia menyatakan, "Setelah 25 tahun, ketika suatu bangsa sudah memadukan antara sejarah dengan panggilan negara, sudah demokratis, maka bangsa itu harus melakukan perubahan-perubahan prioritas agendanya." Dulu, prioritas utama adalah kebebasan, sedangkan saat ini, prioritasnya adalah kemajuan yang memerlukan persatuan dan kepemimpinan strategis.
Namun, dukungan Budiman Sudjatmika terhadap Prabowo Subianto sebagai calon presiden tidak berjalan mulus. Ia dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) karena sikapnya yang tidak sejalan dengan partai. Budiman secara terang-terangan menyatakan dukungannya pada Prabowo, meskipun partainya mengusung Ganjar Pranowo sebagai kandidat.
Surat dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP menegaskan sanksi yang dijatuhkan pada Budiman. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Salah satu poin dalam surat tersebut menyatakan, "Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Sdr. Budiman Sudjatmiko, M.A. M.Phil. dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan." Tindakan ini menegaskan ketidaksejajaran antara pandangan Budiman dan keputusan resmi partai.
Keseluruhan peristiwa ini menyoroti perbedaan pandangan dalam ranah politik serta implikasi dari Tragedi 1998 yang terus mempengaruhi dinamika sosial dan politik di Indonesia. (mg-2/jae)
What's Your Reaction?


