Polres Manggarai Barat Gagalkan Dugaan Upaya Perdagangan Orang

14 Dec 2022 - 09:46
Polres Manggarai Barat Gagalkan Dugaan Upaya Perdagangan Orang
Polisi mengamankan 14 orang, termasuk 4 anak-anak dan satu perekrut untuk diperiksa di Mapolres Manggarai Barat. (ist)

NTT, (afederasi.com) – Polres Manggarai Barat berhasil mengamankan 14 orang yang diduga korban perdagangan orang (human trafficking). Dari jumlah tersebut, empat diantaranya masih berusia anak.

Selain mengamankan belasan korban human trafficking, polisi juga mengamankan 1 orang perekrut calon tenaga kerja. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan tindak kejahatan terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mereka berhasil menggerebek sebuah rumah penampungan di Desa Wae Kelambu, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Rombongan tersebut rencananya akan menaiki kapal Niki Sae dari Labuan Bajo ke Surabaya, dan melanjutkan perjalanan melalui laut ke Pontianak.

Kasat Intelkam Polres Manggarai Barat, Iptu Markus Frederico Sega Wangge mengatakan, berdasarkan informasi awal, sejumlah orang itu akan dikirim ke Kalimantan Barat. Namun, seringkali tindakan ini mengarah ke tujuan selanjutnya, yaitu ke wilayah Malaysia.

“Jadi, kemungkinan bisa saja terjadi (ke Malaysia-red), karena rekrutmennya yang dari PT SMP yang ada di Sungai Laur, Ketapang, Kalimantan Barat, orang yang diminta itu hanya by phone, kemudian tidak ada surat jalan atau penunjukan dari perusahaan untuk rekrutmen tenaga kerja,” katanya.

Dari PR selaku perekrut, diperoleh pengakuan bahwa dirinya diminta pihak lain di Kalimantan Barat untuk mencari calon tenaga kerja. PR kemudian mengumpulkan 14 warga, di mana empat di antaranya masih anak-anak yang siap diberangkatkan pada Senin (12/12/2022) pukul 22.00 WITA. Empat anak ini masih berusia 8, 5 dan 4 tahun serta satu lagi baru berusia 9 bulan.

“Sehingga kita antipasi dengan melakukan pengamanan, untuk tindakan lebih lanjut. Ini tenaga kerja non-prosedural. Kemungkinan TPPO seperti itu sangat ada, karena memang sebelum-sebelumnya ada indikasi seperti ini. Jadi, ini lebih pada pencegahan,” tambah Iptu Ricko.

Dari interogasi polisi, diketahui PR pernah melakukan tindakan serupa pada Agustus lalu, dan memperoleh upah dari pemesan tenaga kerja di Kalimantan Barat.

Iptu Ricko mengatakan prosedur semacam ini mencurigakan karena perekrut adalah individu, dan bukan sebuah perusahaan. Tidak ada surat keterangan yang dikeluarkan sebuah perusahaan, terkait pekerjaan yang akan diberikan. Meski, kata dia lagi, perlu pembuktian lebih lanjut untuk menelusuri dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“NTT ini lumbung buruh migran, non-prosedural. Buruh migran ini modus operandinya begitu. Sebelum ini, saya bertugas sebagai Kasat Intelkam di Polres Flores Timur, di Larantuka, memang menjadi tren bagi masyarkaat untuk bekerja di luar negeri, khususnya di Malaysia sebagai negara tujuan,” ungkap Iptu Ricko.

Sayangnya, para calon tenaga kerja ini tidak melengkapi diri dengan syarat administrasi yang cukup, misalnya paspor. Warga Flores Timur harus mengurus paspor ke kantor imigrasi terdekat, yang ada di Maumere di Kabupaten Sikka. Jarak yang begitu jauh, membuat biaya pengurusan paspor menjadi sangat mahal. Para pekerja migran, akhirnya lebih memilih langsung naik kapal menuju Kalimantan, dan melanjutkan perjalanan ke Malaysia, kata Iptu Ricko. (ans)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow