Perda Kawasan Tanpa Rokok Jatim Disahkan, Tantangan Implementasi dan Dampak bagi Petani Tembakau

Surabaya, (afederasi.com) - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jawa Timur akhirnya resmi disahkan pada 14 Agustus 2024 oleh DPRD Jatim dalam rapat paripurna terbuka. Perda ini, yang digagas oleh Bapemperda DPRD Jatim, mendapatkan dukungan penuh dari Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah, Istu Hari Subagio, dan Penjabat (Pj.) Gubernur Jatim, Adhy Karyono.
Pengesahan Perda KTR ini menjadi sorotan karena Jawa Timur merupakan pusat industri tembakau nasional, yang melibatkan jutaan tenaga kerja. Peraturan ini dianggap memiliki dampak besar pada para pekerja yang hidupnya bergantung pada sektor tembakau.
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo mengingatkan agar Perda KTR tidak hanya menjadi sekadar dokumen hukum tanpa implementasi nyata.
"Ketika Perda KTR sudah disahkan, lembaga terkait harus menunjukkan komitmen dalam menjalankan aturan tersebut. Sebelum penegakan hukum, harus ada sosialisasi yang efektif. Jangan ada perubahan yang tidak perlu," ujarnya di Surabaya.
Widodo menegaskan pentingnya transparansi dan fokus pada solusi dalam penerapan Perda ini. "Terdapat keraguan dalam implementasi Perda KTR ini. Lembaga yang berwenang harus memiliki rencana kerja yang jelas hingga Perda ini benar-benar efektif dan dapat diterapkan. Ini yang harus dikomunikasikan secara terbuka," tambahnya.
Menurut Widodo, kualitas regulasi dapat dilihat dari seberapa efektif implementasinya. Ia berharap bahwa Perda KTR Jatim yang telah disahkan ini telah melalui kajian mendalam dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
"Saat ini, tidak boleh ada keraguan. Setelah disahkan, harus diterapkan dengan sungguh-sungguh, dengan menjunjung tinggi transparansi dan keterbukaan publik," tegasnya.
Dari perspektif petani tembakau, Imam Wahyudi, Wakil Ketua II Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bojonegoro, berharap agar Perda KTR Jatim segera disosialisasikan.
"Para petani tembakau saat ini membutuhkan kepastian dan perlindungan di tengah musim panen yang sedang berlangsung. Peraturan harus segera disosialisasikan, diimplementasikan, dan dievaluasi apakah efektif atau tidak," ujarnya.
Imam menambahkan bahwa pemerintah harus bijak melihat dampak Perda KTR terhadap komunitas tembakau, khususnya di Bojonegoro yang merupakan sentra produksi tembakau di Jawa Timur.
"Peraturan tidak boleh diterapkan secara sepihak tanpa mempertimbangkan keberlangsungan mata pencaharian petani. Setiap regulasi, seperti Perda KTR ini, pasti akan berpengaruh pada penghidupan petani yang bergantung pada tembakau," kata Imam.
Tahun ini, luas area tanam tembakau di Bojonegoro ditargetkan meningkat menjadi 12.800 hektare, naik dari 11.898 hektare pada 2023. Perkembangan ini menunjukkan betapa pentingnya sektor tembakau bagi ekonomi lokal, dan bagaimana Perda KTR akan mempengaruhi kehidupan banyak orang di wilayah tersebut. (dn)
What's Your Reaction?






