Mengenal Tradisi Liwetan Ala Ponpes Roudlotul Ibaad Plemahan Kediri

24 Oct 2022 - 09:12
Mengenal Tradisi Liwetan Ala Ponpes Roudlotul Ibaad Plemahan Kediri
Santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlotul Ibaad yang berada di Dusun Templek Desa Ngino Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri saat acara liwetan, Minggu (23/10/2022) sore. (foto : isa/2022).

Kediri, (afederasi.com) - Kata liwetan sudah tak asing lagi ditelinga orang Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Liwetan sendiri dimaknai dengan kegiatan makan bersama dengan beralaskan daun pisang sebagai pengganti piring.

Seperti yang dilakukan oleh puluhan Santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlotul Ibaad yang berada di Dusun Templek Desa Ngino Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri. Santri ini menggelar acara lomba liwetan bersama sekaligus untuk mempertahankan tradisi liwetan, Minggu (23/10/2022).

"Tradisi liwetan sendiri untuk saat ini memang jarang dijumpai di pondok pesantren. Kita ketahui para kiai besar yang ada di Indonesia ini rata-rata sudah bisa membuat liwetan yang merupakan tradisi sejak zaman dulu, karena momen hari santri juga masih dalam peringatan Maulid Nabi, maka kiya adakan lomba ini," ucap Gus Basori Alwi, pengasuh Ponpes Roudlotul Ibaad saat ditemui usai acara. 

Gus Basori menjelaskan, tradisi liwetan ini memang sengaja dilaksanakan dengan tujuan untuk mempertahankan tradisi di pondok pada zaman dahulu. Dimana para santri digembleng dan diajarkan kemandirian secara ekonomi. Sehingga ketika diletakkan dimanapun, mereka akan tetap bisa bertahan hidup. 

"Kalau santri nanti lulus dari pondok, maka bisa diterapkan di rumah karena liwet ini lebih efisien dan kesehatannya terjamin dari masakan tradisional," jelasnya. 

Dalam prosesi liwetan ini, para santri diajarkan cara memasak dengan tidak menggunakan alat seperti kompor gas, melainkan memakai kayu dan luweng atau tungku yakni kompor tradisional dengan alat pembakaran kayu. Selain itu, juga bahan yang dipilih tidak menggunakan minyak goreng sama sekali. Agar para santri tidak ketergantungan oleh bahan yang ada di pasaran.

"Tadi yang diliwet ada sayur sayuran seperti terong, ada sambal, ikan asin, tahu tempe dibakar dan kita semua makannya pun menggunakan daun pisang," ungkapnya.

Selain itu liwetan juga bisa dimaknai dengan menjaga kebersamaan makan dalam satu wadah, dalam satu wadah ada 6 sampai 10 orang santri yang makan bareng. Kebersamaan ini juga bermakna persamaan derajat antara satu santri dan lainnya tidak ada bedanya. Tak hanya iyu, liwetan juga sebagai pembelajaran untuk proses sabar. Karena saat santri memasak nasi liwet butuh waktu lama sehingga butuh kesabaran. 

"Artinya kesuksesan tidak akan bisa tiba-tiba diraih secara pragmatis dan instan, tetapi harus berusaha dan butuh waktu," paparnya. 

Terakhir, Gus Basori berpesan kepada para santri agar bisa terus mengenang jasa para santri di era perjuangan resolusi jihad dalam memperjuangkan bangsa Indonesia sekaligus menjaga kedaulatan. 

"Kita doakan semoga arwah santri yang berjuang pada resolusi jihad dan amal baiknya diterima di sisi Allah SWT," tandas Gus Basori Alwi.(sya/dn) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow