Melihat Dampak G20 Bagi Sektor Pariwisata Pulau Dewata
Bali, (afederasi.com) - Ajang G20 diklaim menjadi pendorong kuat bagi pulihnya sektor pariwisata Pulau Dewata. Namun, tentu saja butuh lebih banyak upaya untuk membawa Bali kembali seperti sebelum pandemi.
Satu pekan terakhir, geliat pariwisata di Bali terasa lebih kencang. Pardi, sopir taksi berbasis aplikasi mengakui pemakai jasanya sudah melonjak. Setidaknya, rezeki kembali mengalir lebih deras dibanding ketika banyak pembatasan perjalanan diterapkan.
“Kalau dulu pas pandemi, stress. Kerjaan cuma ngopi-ngopi sama teman, bekal duit Rp5.000,” katanya.
Sejak Bandar Udara Internasional I Ngurah Rai kembali dibuka untuk penerbangan internasional pada 4 Februari, wisatawan perlahan mulai datang. Rangkaian penyelenggaraan G20 seolah menjadi roket pendorong yang diyakini mampu mempromosikan sektor pariwisata lebih efektif untuk melanjutkan tren positif.
Karena itu, meski sedikit terganggu oleh hirup-pikuk persiapan G20, Pardi mengaku bisa menerima.
“Penumpang di kota tambah banyak. Banyak wisatawan memang enggak ke Nusa Dua, justru memilih ke desa, semacam ke Gianyar atau Karangasem. Yang penting enggak ke Nusa Dua,” kata Pardi.
Penyedia suvenir dan oleh-oleh juga kebagian berkah. Apalagi, rangkaian G20 sudah dimulai sejak beberapa bulan yang lalu, baik di Bali maupun kota-kota lain.
“Dua bulanan ini, toko kami mencatat kenaikan kunjungan wisatawan asing dan lokal. Mereka juga berbelanja. Toko kembali ramai. Pemandangan ini benar-benar menjadikan semangat optimis bagi kami, Bali bisa bangkit,” kata Asisten Manajer Krisna Oleh-Oleh outlet jalan By Pass, Kadek Bhuana.
Zian, perajin anyaman bambu dari juga turut menikmati tambahan pesanan dari hotel tempat delegasi G20 menginap di Nusa Dua.
“Saya senang sekali ikut dapat berkah dari kegiatan G20 ini. Soalnya, lama saya tidak mendapat pemesanan seperti semenjak terhenti karena pandemi,” ujarnya.
Sektor perhotelan juga menangguk berkah. Data Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali menyebut tingkat okupansi hotel naik menjadi sekitar 50 persen. Sementara tingkat hunian hotel-hotel di kawasan Nusa Dua dipastikan melesat hingga 100 persen.
Pemerintah memilih kawasan Nusa Dua sebagai pusat penyelenggaraan G20. Daerah seluas 35 hektare di Tenggara Bali tersebut memiliki tiga hotel bintang empat, 14 hotel bintang lima, dan tiga villa mewah. Total terdapat 5.485 kamar, 120 ruang pertemuan, dan sejumlah ruang konferensi, dan semua ruang tersebut mampu menampung hingga 21 ribu orang.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno memastikan destinasi wisata di Pulau Dewata telah sepenuhnya siap menyambut delegasi G20.
“Destinasi wisata di Bali sudah siap, termasuk beyond Bali. Ada Mandalika, Borobudur dan lima destinasi super prioritas lainnya, seandainya ada kunjungan yang dilakukan delegasi dan peserta setelah acara selesai,” kata Sandi.
Indonesia sendiri mencatatkan peningkatan positif dalam kunjungan wisatawan asing dalam beberapa bulan terakhir. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menetapkan target kunjungan wisatawan asing pada angka 1,8 juta hingga 3,6 juta.
Angka kunjungan wisatawan pada September 2022 meningkat 10,8 persen dibandingkan angka tahun 2021 pada periode yang sama dengan jumlah 538 ribu. Total selama 2022 sampai September, jumlahnya mencapai 2,4 juta dengan lima negara terbesar asal wisatawan asing adalah Australia, Singapura, Malaysia, India, dan Inggris.
“Kalau misalnya kita di Oktober, November, dan Desember itu masing-masing bisa maintain di angka 500 ribu wisman (wisatawan mancanegara -red), maka kita akan dapat tambahan 1,5 juta. Ditambah 2,4 juta kemungkinan kita akan mendekati angka 3, 9 juta dan mudah-mudahan 4 juta. Di atas target kita, di ambang batas atas,” tambah Sandiaga.
Pemerintah juga terus memberikan kemudahan pelayanan visa untuk menggenjot jumlah wisatawan, antara lain dengan meluncurkan skema electronic visa on arrival (e-VoA) pada Kamis (10/11/2022) di Bali. Fasilitas ini juga menjadi bagian dari upaya mempermudah kunjungan delegasi G20.
Aplikasi e-VoA yang diluncurkan Kementerian Hukum dan HAM tersebut memungkinkan wisatawan asing membayar biaya visa sebelum tiba. Penerapan kebijakan tersebut akan diberlakukan bertahap, dengan kesempatan pertama akan dilakukan di Bandara Soekarno Hatta, Banten, dan Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, dengan prioritas pertama untuk wisatawan dari 26 negara.
“Penerapan e-VoA diharapkan dapat berkontribusi nyata untuk mendorong masuknya wisatawan mancanegara," kata Sandiaga. (ans)
What's Your Reaction?