Anak Michat Laporkan Mami, Polisi Bongkar Jaringan TPPO di Surabaya
Salah satu korban yang bekerja menggunakan aplikasi Michat, yang masih di bawah umur, menjadi pelapor yang mengungkap jaringan ini.

Surabaya, (afederasi.com) - Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya berhasil membongkar jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menggunakan aplikasi Michat untuk menjalankan operasi mereka. Dalam operasi ini, tujuh tersangka mucikari dan joki panggilan berhasil diamankan.
Salah satu korban yang bekerja menggunakan aplikasi Michat, yang masih di bawah umur, menjadi pelapor yang mengungkap jaringan ini. Dia melaporkan maminya atau koordinator anak Michat kepada polisi, yang kemudian melakukan penangkapan.
Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono, didampingi Kanit PPA AKP Rina Shanty Dewi, mengungkapkan bahwa penangkapan dilakukan di apartemen Bale Hinggil Jalan Merr dan Hotel E di Surabaya. Tersangka utama, Yeyen alias YK (24) asal OKU Sumatera Selatan, bekerja sebagai mucikari yang dibantu enam tersangka lain sebagai joki yang bertugas mengoperasikan aplikasi Michat.
"Tersangka Y mempekerjakan empat orang korban sebagai PSK sejak Januari 2024, dengan memesan dua unit di apartemen B di Surabaya sebagai basecamp," jelas AKBP Hendro Sukmono pada Selasa (14/05/2024).
Hendro melanjutkan bahwa setiap hari, sekitar pukul 12.00 WIB, tersangka Y mendatangkan ahli make-up untuk merias para korban. Kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, mereka berpindah ke hotel yang telah ditentukan oleh tersangka Y. Setibanya di hotel, mereka memesan lima kamar, empat digunakan untuk melayani tamu dan satu kamar sebagai kantor para joki untuk mencari tamu melalui Michat.
"Rata-rata satu korban melayani 10-20 tamu per hari dengan jam operasional pukul 15.00-03.00 WIB dini hari," tambahnya.
Setelah aktivitas selesai, para tersangka bersama korban kembali ke apartemen. Tarif yang ditetapkan oleh tersangka Y berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp1,3 juta, tergantung negosiasi joki melalui Michat. Para joki memperoleh komisi bervariasi mulai dari Rp75 ribu hingga Rp450 ribu berdasarkan tarif prostitusi.
Hendro juga menjelaskan bahwa uang dari semua tamu dikuasai oleh tersangka Y, sementara para korban tidak pernah menerima hasil kerjanya dengan alasan mereka masih mempunyai hutang kepada tersangka Y untuk biaya akomodasi dan hidup sehari-hari. Hal ini membuat para korban dipaksa terus bekerja untuk melunasi hutangnya.
Polisi menyita barang bukti berupa tiga lembar bil hotel, handphone, dan uang sebesar Rp7 juta dari tangan tersangka. Atas perbuatannya, para tersangka didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor RI 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman 3 hingga 15 tahun penjara.
Kasus ini mengungkapkan bagaimana aplikasi Michat dapat disalahgunakan untuk kejahatan serius seperti perdagangan manusia, menekankan perlunya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas. (al)
What's Your Reaction?






